Silakan disimak artikel yang
berjudul “Alat Penurun Emisi Gas Buang Pada Motor, Mobil, Motor Tempel dan
Mesin Pembakaran Tak Bergerak.”
Perkembangan otomotif
sebagai alat transportasi, baik di darat
maupun di laut, sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Selain mempercepat dan mempermudah aktivitas, di sisi lain penggunaan kendaraan
bermotor juga menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan, terutama
gas buang dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak terurai atau terbakar
dengan sempurna.
Seperti diketahui bahwa proses
pembakaran bahan bakar dari motor bakar menghasilkan gas buang yang secara
teoritis mengandung unsur CO, NO2, HC, C, H2, CO2, H2O dan N2, dimana banyak yang bersifat mencemari
lingkungan sekitar dalam bentuk polusi udara. Unsur gas karbon monoksida (CO)
yang berpengaruh bagi kesehatan makhluk hidup perlu mendapat kajian khusus,
karena unsur karbon monoksida hasil pembakaran bersifat racun bagi darah manusia pada saat
pernafasan, sebagai akibat berkurangnya oksigen pada jaringan darah.
Jumlah CO yang terdapat di dalam darah,
lamanya dihirup dan kecepatan pernapasan menentukan jumlah karboksi-hemoglobin
(kombinasi hemoglobin/karbon-monoksida) di dalam darah, dan jika jumlah CO
sudah mencapai jumlah tertentu/jenuh di dalam tubuh maka akan menyebabkan
kematian.
Penggunaan kendaraan bermotor di
dalam kehidupan manusia tidak bisa dikurangi, seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk. Hal yang perlu diperhatikan pula adalah meningkatnya jumlah kendaraan
namun tidak diikuti dengan upaya pelestarian lingkungan hidup, sehingga disini
perlu dipertimbangkan dampak dari gas buang hasil proses pembakaran terhadap
pencemaran udara dan lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh
penulis sebagai hasil kerja sama dengan Bapedalda Propinsi Bali, menyiratkan
bahwa gas karbon monoksida yang berasal dari gas buang kendaraan akan sangat
tinggi pada saat motor dioperasikan pada beban yang besar dan putaran yang
rendah. Hal ini identik dengan kondisi saat macet, karena pada kondisi macet
inilah maka motor beroperasi pada beban yang tinggi namun putaran rendah. Ini berarti,
gas karbon monoksida yang dilepas ke lingkungan akan semakin tinggi pada saat
macet. Semakin banyak simpul – simpul kemacetan, semakin banyak pula pelepasan
gas karbon monoksida dan karbon dioksida ke lingkungan.
Untuk pemakaian pada motor tempel
dan stationer engine, maka pengoperasian
motor adalah identik dengan kondisi macet tersebut di atas, karena keduanya beroperasi
pada beban yang tinggi dan putaran yang rendah. Hal ini disebabkan karena motor
tempel dan stationer engine memerlukan torsi
dan daya yang besar untuk menghasilkan percepatan (akselerasi) yang
tinggi.
Untuk pemakaian pada motor tempel
dan stationer engine, maka pengoperasian
motor adalah identik dengan kondisi macet tersebut di atas, karena keduanya beroperasi
pada beban yang tinggi dan putaran yang rendah. Hal ini disebabkan karena motor
tempel dan stationer engine memerlukan torsi
dan daya yang besar untuk menghasilkan percepatan (akselerasi) yang
tinggi.
Houghton [1] telah memprediksikan
bahwa peningkatan konsentrasi gas karbon monoksida dan karbondioksida di
atmosfer akan menaikkan temperatur global dan secara langsung akan meningkatkan
pula temperatur lokal. Peningkatan
konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer dalam jumlah dua kali lipat dari
kondisi semula di tahun 1995 (seiring dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan
yang beroperasi serta operasi dari kendaraan yang kurang terawat), akan menaikkan
temperatur global sekitar 1 – 3.5 ºC pada tahun 2100. Kenaikan temperatur di
atmosfer harus terus terkontrol agar tidak melebihi angka 0.1 – 0.35 ºC dalam
satu dasawarsa.
Beranjak dari pemikiran di atas,
penulis kembali bekerja sama dengan Bapedalda Propinsi Bali membuat dan mengembangkan
suatu alat tambahan yang berfungsi untuk mengurangi emisi gas buang CO, CO2 dan
HC yang disebabkan oleh mesin pembakaran, sampai batas yang dapat diterima
(acceptable level). Meskipun Pemerintah Propinsi Bali mencanangkan konsentrasi ambang
batas gas buang CO adalah sebesar 4 %, namun seiring dengan semakin
meningkatnya jumlah mesin pembakaran yang beroperasi, maka nilai emisi gas buang
tersebut harus terus dikurangi, agar perubahan temperatur lokal di Bali dapat
dipertahankan sebesar 0.1ºC dalam satu dasawarsa.
Adapun polutan-polutan dari gas
buang yang sangat mengganggu kesehatan adalah NOx , HC, CO [2]
Gas NOx dapat menyebabkan sesak
napas pada penderita asma, sering menimbulkan sukar tidur, batuk-batuk dan
dapat juga mengakibatkan kabut atau
asap. NOx adalah gas yang tidak berwarna tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan
dengan O2 akan sangat mudah, cepat bereaksi
dan berubah menjadi NO2 karena bersenyawa dengan O2. Gas NO2 (nitrogen dioksida), dapat juga merusak
jaringan paru-paru dan jika bersama H2O
akan membentuk nitric acid (HNO3)
yang pada gilirannya dapat menimbulkan
hujan asam yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Gas NOx terbentuk akibat
temperatur yang tinggi dari suatu pembakaran.
Hidrokarbon (HC) merupakan gas
yang tidak begitu merugikan manusia, akan tetapi merupakan penyebab terjadinya
kabut campuran asap (smog). Pancaran hidrokarbon yang terdapat pada gas buang
berbentuk gasoline yang tidak terbakar. Hidrokarbon terdapat pada proses
penguapan bahan bakar pada tangki, karburator, serta kebocoran gas yang melalui
celah antara silinder dan torak yang masuk ke dalam poros engkol yang biasa disebut
blow by gases (gas lalu).
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa karbon monoksida (CO) sebagai gas yang cukup banyak terdapat
di udara, dimana gas ini terbentuk akibat adanya suatu pembakaran yang tidak
sempurna. Gas karbon monoksida mempunyai
ciri yang tidak berbau, tidak terasa, serta tidak berwarna. Kendaraan bermotor memberi
andil yang besar dalam peningkatan kadar CO yang membahayakan. Di dalam semua
polutan udara maka CO adalah pencemar yang paling utama.
Beberapa upaya untuk mengurangi
polusi udara dapat dinyatakan sebagai berikut ini:
1. Mengembangkan substitusi bahan bakar dengan tujuan
untuk mengurangi polutan (substitusi ini
bisa berupa bahan bakar tanpa timbal ataupun gas).
2. Mengembangkan sumber tenaga alternatif yang rendah
polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga listrik, tenaga surya, ataupun tenaga
angin).
3. Memodifikasi mesin untuk mengurangi jumlah polutan
yang terbentuk (modifikasi mesin bisa dilakukan baik dengan menggunakan turbo
cyclone, memperbaiki sistem pencampuran bahan bakar, maupun dengan mengatur
pendinginan di dalam ruang bakar).
4. Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih sempurna
(sistem pembuangan dari gas buang bisa disempurnakan dengan menggunakan semacam
re-heater yang telah dikembangkan di Program Studi Teknik Mesin Universitas
Udayana, ataupun dengan menggunakan
catalytic converter yang biasanya dipasang pada kendaraan mewah).
5. Memperbaiki sistem pengapian (sistem
pengapian kendaraan dapat diperbaiki dengan mengatur ignition time dan delay period dari motor bakar, salah satunya
adalah dengan menggunakan power ignition,
EFI (Electronic Full Injection).
6. Meningkatkan perawatan kendaraan bermotor dengan
jalan memeriksa kandungan gas buang setiap 6 atau 12 bulan.
7. Menghindari cara pemakaian yang justru menghasilkan
polutan yang tinggi (beberapa cara pemakaian yang salah adalah dengan
meng-geber-geber pedal gas ataupun melakukan
trek–trek-an di jalan raya, menambahkan pelumas pada knalpot kendaraan sehabis
di servis, dan beban angkut yang melebihi kapasitas daya angkut motor).
Simak juga artikel yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Dipertimbangkan Konsumen dalam Penggunaan Jasa Cuci Motor.”
Sumber: I Gusti Bagus Wijaya Kusuma (Program
Studi Teknik Mesin, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali)